Langit Kota Jakarta begitu cerah sejak tadi pagi hingga kini sore hari. Kendaraan mulai memadati seluruh ruas jalan. Hari ini cerita nggak jelas lagi, tapi sedikit membuatku mikir dan senang.
Pagi tadi aku berangkat seperti biasa menggunakan bus kota yang selalu penuh. Aku juga tidak sarapan karena telat bangun dan berharap kalau aku dapat tempat duduk. Ternyata, tidak sama sekali sebab bus selalu penuh di pagi hari. Sampai di kantor, buru-buru aku pergi ke kantin membeli makanan untuk sarapan. Lagi dan lagi tempat itu juga sama ramainya. Pergi ke kafe juga ramai, banyak orang yang mengantre di kasir dan tidak selesai-selesai.
Karena aku sudah hampir telat, maka dengan segera aku berlari meninggalkan tempat itu dan memasuki lift tanpa membawa apapun. Aku berpikir mungkin nanti aku akan sakit perut lagi karena tidak sarapan sama sekali, belum lagi badanku lemas dan capek karena berdiri dari Halte Kampung Melayu menuju Halte Polda Metro Jaya. Sampai di ruang kerja, aku melihat teman-temanku yang heboh memakai topi kerucut, mereka juga di sana ramai-ramai menyanyi lagu selamat ulang tahun. Aku lupa kalau hari ini kepala divisiku ulang tahun. Dengan tubuh yang lemas, aku tetap berdiri dan ikut merayakan hari bahagia itu.
Ada beberapa makanan di sana. Mataku tertuju pada nasi tumpeng yang tampak enak. Ada donat dengan berbagai varian rasa juga. Ada es kopi kesukaanku. Serta, ada seseorang yang berdiri di sebelahku entah sejak kapan aku nggak sadar, dia teman kerjaku. Aku sangat lapar, tapi syukur mereka memberikan makanan itu pada semua pegawai, salah satunya aku yang nyaris pingsan karena tidak sarapan.
Cerita Nggak Jelas Sambil Minum Es Kopi
Nabil bertanya padaku. “Mau es kopi?” dan aku mengangguk. Laki-laki itu memberiku satu es kopi dan juga cookies yang warna biru.
Cerita nggak jelas ini terus berlanjut di siang harinya. Aku pergi makan bersama teman kerjaku, ada Si Dia juga. Salah satu temanku, namanya Fika, lupa bawa dompet dan kita makan mie ayam di luar kantor. Tidak bisa bayar pakai qris atau transfer karena Fika juga lupa bawa ponselnya, akhirnya kubayari seporsi mie ayam dan es tehnya. Setelah makan kita kembali ke kantor dan bekerja lagi.
Pukul 5 sore aku selesai bekerja dan bersiap untuk pulang. Setiap hari aku selalu membayangkan setiap pulang akan sepadat apa sore hari. Bus kota selalu penuh dan jalanan yang pasti akan macet karena jam pulang kerja. Membayangkannya saja sudah melelahkan.
Cerita Nggak Jelas
Walaupun begitu, bayangan itu kemudian pudar karena Si Dia tiba-tiba menawariku tumpangan, mengajakku untuk pulang Bersama. Jadi, untuk sore ini aku tidak perlu repot-repot kembali menunggu di halte dan kemudian desak-desakan dengan banyak orang di dalam bus karena tentu saja anak muda sepertiku tidak akan kebagian kursi bus.
Cerita nggak jelas, tapi cukup bermakna seenggaknya buatku. Karena walaupun aku terlambat bangun, tidak sarapan dan tidak dapat tempat duduk di bus, tapi aku makan enak gratis di kantor. Kemudian Fika mengembalikan uangku 50 ribu untuk seporsi mie ayam dengan es teh yang padahal harganya hanya 15 ribu. Lalu pulang kerja… aku pulang dengan Si Dia. Dia mengantarku sampai rumah, padahal rumah kita lumayan jauh.